HR.ID - Beredar kabar pernyataan
diberbagai media, polisi memberikan informasi jika Imam Besar Habib Rizieq
Shihab ditetapkan tersangka oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya terkait kerumunan
massa di Petamburan beberapa minggu lalu dengan dijerat hukuman Pasal 160 dan
216 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Hal pengumuman penetapan Kepolisian yang dihadiri 7 jenderal polisi ini ditanggapi salah satu fraktisi hukum, Taufiqqurrahman, SH. Dalam akun Twiternya yang ditulis pda pukul 11:26 PM Wib, Dec 11, 2020. Ia menuliskan tentang keterkaitan dengan hal tersebut diatas, katanya izinkan saya menyampaikan sedikit pendapat hukum (legal opini).
Menurut dia, bahwa terkait hasutan yang disangkakan oleh HRS, patut dipertanyakan. Kerusuhan, Kerusakan, Bentrokan dan Kekacauan apa yg terjadi ? Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan N0: 7/PUU-VII/2009 telah mengubah rumusan delik penghasutan dalam Pasal 160 KUHP dari delik formil menjadi delik materil.
Artinya, pelaku penghasutan baru bisa dipidana bila timbulnya akibat yang dilarang seperti kerusuhan atau perbuatan anarki lainnya atau akibat terlarang lainnya. Dengan adanya putusan MK tersebut, makin jelas bahwa perbuatan penghasutan saja tidak bisa dipidana
Apala kata dia, jika orang
yang dihasut tidak melakukan perbuatan dan ada hubungan antara hasutan tersebut
dengan timbulnya perbuatan yang dilakukan oleh orang yang terhasut.
Untuk itu menurut Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini, bahwa terkait unsur hasutan karena deliknya materil, maka harus terjadi dahulu akibatnya baru kemudian dapat dikenakan pidana. Apabila tidak maka dikhawatirkan bersifat karet/lentur, tidak bisa diukur, dan penerapannya berpotensi sewenang-wenang dalam menafsirkan hasutan.
“Hukum pidana mesti bersifat lex stricta, yaitu bahwa hukum tertulis tadi harus dimaknai secara rigid, tidak boleh diperluas atau multitafsir pemaknaannya,” kata politisi Demokrat ini.
Pada tulisan terakhirnya tentang hal ini, Taufiqurrahman, SH @taufiqrus berharap agar semoga negara kita tetap menjadi negara hukum “rechstaat” dan bukan menjadi negara kekuasaan “machstaat”
Sementara itu, dalam penetapan HRS dan 5 orang lainnya yang dikumkan oleh pihak Polda Metro Jaya yang disiarkan oleh berbagai media TV, ada suatu pemandangan yang tak lasim saat polisi mengumumkan status tersangka kasus kerumunan massa di Petamburan terhadap Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab. Pengumuman yang dilangsungkan di Mapolda Metro Jaya itu dihadiri langsung oleh tujuh jenderal polisi pada Kamis 10 Desember 2020.
Ketujuh jenderal tersebut punya jabatan yang strategis. Pdahal pada kasus-kasus lainnya, biasanya pengumuman status tersangka disampaikan oleh Humas Mabes Polri. Namun, mengingat kasus ini mendapat perhatian besar publik, maka ada penanganan khusus.
Kepala Divisi Humas Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Argo Yuwono, yang punya kendali. Dia yang mengawali pembicaraan hingga menyampaikan status tersangka kepada Habib Rizieq Cs.
Inspektur
Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono - Kepala Divisi Humas Mabes Polri.
Komisaris
Jenderal Listyo Sigit Prabowo - Kepala Badan Reserse
Kriminal Polri
Inspektur
Jenderal Fadil Imran - Kapolda Metro Jaya.
Inspektur
Jenderal Ferdy Sambo - Kadiv Propam Polri.
Brigadir
Jenderal Hendra Kurniawan - Karopaminal Divpropam Polri.
Brigadir
Jenderal Andi Rian - Dirtipidum Bareskrim Polri
Inspektur
Jenderal Nanang Avianto - Kakorsabhara Baharkam Polri
Red: (MHR)
Beredar kabar polisi menetapkan Imam Besar Habib Rizieq Shihab tersangka dijerat Pasal 160 dan 216 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
— Taufiqurrahman, SH (@taufiqrus) December 11, 2020
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, izinkan saya menyampaikan sedikit pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:
0 Please Share a Your Opinion.:
Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami