HR.ID - Buntut penangkapan dan pemukulan Dosen Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar oleh aparat keamanan pada hari Kamis, 8 Oktober 2020 sekitar pukul, 22:00 Wita malam kepada salah satu Dosen Tetap berinisial AM (27) yang tertangkap serta mendapat tindakan kekerasan dari pihak kepolisian yang tengah melakukan pengamanan aksi “tolak omnibus law (OBL)” di Jalan Urip Sumoharjo maka para alumni UMI berencana akan turun kejalan apabila kasus terseebut tidak dituntaskan dan para pelaku yidak diadili sesuai hukum yang semestinya.
Rencana ini diungkapkan oleh Andi Ms Hersandy, bukan tanpa alasan sebab menurutnya, hukum sekarang jauh dari rasa keadilan. Ia mengindikasikan bagaimana penjahat-penjahat kelas kakap begitu bebasnya berkeliaran. Maling-maling raksasa dibiarkan tanpa tindakan sementara maling-maling kecil dianiaya, ditelanjangi tanpa belas kasihan.
“Kami sebagai Alumni merasa prihatin atas tindakan aparat, mestinya ketika AM telah menjelaskan identitasnya, ya..., dibiarkan, jangan dianiaya apalagi ada kata-kata yang tidak pantas dikeluarkan oleh aparat,” kata Andi Ms Hersandy, Senin (12/10/20).
Meski Aksi yang digagas oleh para Alumni bukan dari organisasi resmi, namun menurutnya rencana aksi tersebut adalah bentuk keprihatinan dan solidaritas Anggota Alumni UMI terhadap sesama sealmamater. Bentuknya juga tidak seperti apa yang orang bayangkan bahwa akan bentrok dengan pihak kepolisian.
“Tidaklah, itu hanya omongan beberapa orang bahwa jika kita melakukan aksi damai akan terjadi bentrokan, polisi akan semprot dengan Water Canon dan Gas Air Mata. Jauh dari itulah. Jangan membayangkan seperti itu. Intinya, kami bersama teman-teman para Alumni yang prihatin, akan mengawal kasus ini,” jelasnya.
Ketua Ormas Rajawali Selatan ini juga menjelaskan bahwa penegakan hukum itu adalah tanggung jawab intitusi pemerintah dan Polri, Benar apa salahnya aparat yang menganiaya rekan mereka itu tergantung penilaian institusi Polri sendiri. Kita Cuma ingin meminta keadilan. Masalah hukuman yang akan diterima oleh yang disebutnya oknum aparat itu juga ada pada keputusan Intitusi polri itu sendiri, selebihanya hanya mengharapkan bagaimana keadilan itu ditegakkan.
Mengenai waktu yang akan dipilih untuk melakukan aksi solidaritas, Andi Hersandy tidak menyebutkan hal itu. Katanya keputusan ada pada rekan-rekan sesama alumni yang menyetujui aksi tersebut, yang pasti, Andi mengatakan bahwa mereka akan melakukan aksi solidaritas besar-besaran jika pihak kepolisian tidak mengambil langkah tegas dalam kasus ini.
“Saya melihat aspirasi para teman-teman alumni yang mayoritas menginginkan adanya aksi damai, Waktunya tergantung kesepakatan rekan yang lain. Saya kira pihak kampus akan mengawal masalah ini dalam bentuk hukum,” tandasnya
Kasus ini berawal dari aksi para mahasiswa Pada hari Kamis, 8 Oktober 2020 sekitar pukul, 22:00 Wita malam yang menolak UU Omnibus Law yang beberapa hari lalu disahkan oleh DPR-RI.
Saat itu AM (Dosen Fak. Hukum) yang tengah makan di sebuah warung di Jl. Recing Center dan setelahnya itu, AM mencari tempat Print yang berada didepan Kantor Gubernur Sulawesi selatan Jl. Urip Sumoharjo.
Oleh karena saat itu ada kerumunan massa aksi “tolak omnibus law” sehingga AM menyempatkan diri untuk duduk di Bale-bale depan Alfamart Urip Sumoharjo untuk memantau situasi. Saat itu telah terjadi bentrokan antara pengunjuk rasa dengan pihak aparat, AM merasa terjebak, sementara pihak aparat kepolisian memukul mundur para demonstran dengan menyisir dua arah.
Saat itulah AM dianiaya dan
ditangkap lalu diangkut menggunakan mobil.
Meski AM telah mengungkapkan identitasnya namun menurut pengakuan AM
bahwa dirinya tetap dianiaya bahkan ada kata-kata yang tidak pantas diucapkan
oleh pihak kepolisian.
Sementara itu pihak kepolisian Daerah Sulawesi selatan seperti yang dilangsir dari iNews.Id telah membenarkan jika adanya penangkapan terhadap Dosen UMI Makassar. Namun menurutnya hal itu terjadi karena korban dianggap tidak kooperatif saat polisi hendak membubarkan massa.
Menurut, Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Ibrahmi Tompo, saat itu Polisi meminta peserta aksi membubarkan diri dengan alat bantu pengeras suara. Bila orang-orang yang tidak terlibat dalam aksi tersebut, pasti akan langsung meninggalkan TKP saat itu juga. Kemudian dilanjutkan melepaskan gas air mata. Menurut dia, saat itu mestinya korban segera menjauh, karena selain merasa bukan bagian dari peserta aksi, dia juga khawatir ada masalah nantinya.
Pada tahap terakhir ini, kata Ibrahim Tompo, mereka yang bertahan di tempat unjuk rasa merupakan massa yang punya iktikad berbuat rusuh. Karena itulah petugas langsung mengamankan mereka.
"Ini juga bukan salah tangkap. Jangan di-generalisir, karena memang dia ada di tempat kejadian. Salah tangkap itu, kalau ada target yang akan diamankan, tapi malah orang lain yang dibawa," katanya.
Red: (MHR)
0 Please Share a Your Opinion.:
Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami