Makassar, HR.ID -
Yayasan Wakaf Universitas Muslim Indonesia (YW-UMI) Makassar benar menjatuhkan sanksi dengan menonaktifkan
sementara terhadap Retor UMI, Prof. Basri Modding dan digantikan oleh Prof. Sufirman
Rahman. Yayasan mengaku akan melakukan audit internal karena terindikasi ada
temuan terkait penyalahgunaan wewenang. Penonaktifan Rektor ini dilakukan
yayasan setelah mendapatkan banyak laporan dari berbagai pihak yang selanjutnya
membentuk Tim Pencari Fakta.
"(Temuan)
Banyak hal, ada bangunan, ada, kami belum bisa mengungkapkan sekarang tapi ada
memang sudah terbukti tim punya fakta yang mendapatkan. Jadi kami dibantu oleh
tim pencari fakta," kata Ketua YW-UMI Makassar Masrurah Mokhtar kepada
wartawan, Selasa (10/10/2023).
Pihak
yayasan melalui Masrurah mengatakan bahwa dirnya mengaku telah memanggil Basri
Modding terkait hal ini namun tidak ada kesepakatan sehingga pihak yayasan
menmpuh jalur menonaktifkan Rektor UMI untuk sementara waktu.
Masrurah
menyebut salah satu alasan mengapa menonaktifkan Bari Modding oleh karena tim pengawas
yang mereka bentuk sangat kesulitan mendapatkan keterangan dari beberapa Unit lembaga
karena enggan buka suara dan memberikan data terkait dugaan indikasi Korupsi tersebut.
“Ada beberapa
unit, ada beberapa lembaga yang sama sekali tidak mau memberikan data, sama
sekali tak mau memberikan informasi yang kita perlukan.” Jelas Masrurah.
Dengan
menonaktifkan Basri Modding, Mantan Rektor UMI 2010 – 2018 mempunyai filing
bahwa tim pengawas dan pencari fakta yang mereka bentuk akan lebih leluasa
mendapat data dan keterangan dalam internal linkup UMI diberbagai lembaga,
Fakultas dan lainnya.
Selain itu, Masrurah
juga menyebut jika dari audit internal terbukti ada temuan, maka pihak yayasan
akan berkoordinasi dengan pembina dan pengawas. Selanjutnya akan dikaji sanksi
terhadap siapa saja yang terlibat.
Menanggapi
hal ini, salah satu Alumni UMI Makassar, Andi Ms Hersandy menyebut jika masalah
ini terbukti benar adanya maka ini adalah hal yang sangat memalukan. Apalagi
sejak berdirinya UMI tahun 1954 baru kali inilah kasus Korupsi menimpa
Universitas Swasta terbesar di Indonesia timur ini.
“Jika
terbukti, tentu memalukan sekali. Mestinya pihak-pihak pejabat dalam lingkup
UMI memelihara citra kampus,” katanya.
Terkait
adanya lembaga atau unit yang tak mau bersuara dan memberikan data, Andi Ms
Hersandy mengatakan jika itu hal yang lumrah oleh karena ketakutan. Katanya
bukan saat ini saja, saat pemilihan Rektor periode kedua 27 Juni 2022 lalu.
Saat itu Andi mengakui heran mengapa Basri Modding terpilih kembali jadi Rektor
padahal indikasi adanya penyalahgunaan wewenang terkait adanya pungutan liar yang
dilakukan pihak Rektorat sudah menjadi rahasia umum.
“Saya dengar susara-suara dari dosen UMI bahwa banyak para pejabat dilingkup
kampus yang enggan bersuara oleh karena takut jabatannya dilengserkan oleh
Rektor. Jadilah seorang penjilat sehingga kebenaran disembunyikan. Sebagai
alumni, saya pernah bersuara pada tahun 2020 dan 2021 dengan mengkritik adanya
pungutan liar yang dilakukan pihak Rektorat kepada Mahasiswa KKN UMI, itu saat
Covid 19 melanda,” jelas Andi.
Andi
berharap pihak yayasan mampu menyelesaikan kasus ini tanpa pandang bulu dan
rasa kasihan terhadap oknum-oknum yang bersekongkol merusak citra kampus.
Siapapun yang terlibat harusnya disingkirkan agar menjadi pelajaran berharga
bagi pejabat-pejabat dilingkup umi dimasa yang akan datang.
Red. (Fin)
0 Please Share a Your Opinion.:
Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami