HR.ID Serial skandal dalam Komisi Pemberantasan Korupsi sungguh mengkhawatirkan. Lembaga yang pernah disegani dan berwibawa itu telah dinilai mulai meredup dan kehilangan wibawah.
Sejak awal kelahiran, lembaga antirasuah ini sebenarnya tak dikehendaki elite politik. Namun, semangat arus bawah reformasi bisa ”memaksa” elite politik melahirkan Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 sebagai rahim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun kali ini, KPK akhirnya memakan teman sendiri. Hal ini terjadi ketika tertangkapnya seorang penyidikk KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju yang berasal dari Intansi Kepolisian RI. Robin tertangkap teman sendiri setelah ia terbukti bersalah dalam kasus walikota tanjung balai. M. Syahrial jual beli jabatan. Ini yang dikatakan jeruk makan jeruk.
Walikota, M. Syahrial, yang juga ketua DPD Partai Golkar Tanjung Balai diduga memberi uang total Rp1,3 miliar kepada penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju untuk menghentikan perkara dugaan korupsi yang membelitnya. Bahkan AKP Stepanus Robin disebutkan menerima dana gratifikasi lumayan besarnya dari pihak lain sejak Oktober 2020 hingga April 2021 yang jumlahnya mencapai Rp.438 juta.
Menurut informasi, Walikota ini mengenal penyidik KPK melalui perantaraan salah seorang Wakil Ketua DPR yang juga sama-sama politikus Golkar, Azis Syamsuddin. Mereka bertemu pada bulan Oktober 2020 tahun lalu.
Selain Syahrial dan Stepanus komisi anti rasuah ini juga menjerat seorang pengacara yakni Maskur Husain. Stepanus dan Maskur telah ditahan lebih dahulu di Rutan KPK yang selanjutnya M. Syahril dibawah ke Jakarta hari ini, Sabtu (24/4/21) untuk ditahan.
Sementara itu, diberitakan beberapa media online, Indonesia Corruption Watch ( ICW ) mencurigai kalau Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asal Polri, AKP Stepanus Robin Pattuju tidak hanya bermain sendirian dalam skandal dugaan suap Wali Kota Tanjungbalai , M Syahrial. ICW kemudian mempertanyakan ada tidaknya penyidik lain yang terlibat dalam skandal ini, sebab untuk menghentikan penyelidikan sebuah kasus dugaan korupsi, haruslah berdasar pada kesepakatan kolektif bersama penyidik lain dan mendapatkan persetujuan dari atasannya di kedeputian penindakan.
“Apakah ada penyidik lain yang terlibat? Atau bahkan lebih jauh, apakah atasannya di kedeputian penindakan mengetahui rencana jahat ini?” ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana melalui keterangan resminya, Sabtu (24/4/2021).
Selain itu, Kurnia juga mempertanyakan gratifikasi Rp438 juta yang diterima oleh AKP Stepanus Robin. ICW meminta agar KPK mengusut asal-muasal para pemberi uang ke AKP Stepanus Robin.
“Maksud pengusutan tersebut adalah guna mencari informasi, apakah praktik lancung ini baru pertama terjadi atau sebelumnya sudah sering dilakukan oleh tersangka? Jika iya, siapa lagi pihak-pihak yang pernah melakukan transaksi tersebut?” ucapnya.
Kurnia juga mendesak agar Dewan Pengawas (Dewas) KPK memproses pelanggaran etik AKP Stepanus Robin. Ia juga mengingatkan kepada seluruh pihak agar tidak mengintervensi kasus ini.
“Sebab, jika itu dilakukan maka pihak-pihak tersebut dapat disangka dengan Pasal 21 UU Tipikor terkait obstruction of justice,” imbuhnya.
Red: (MHR)
0 Please Share a Your Opinion.:
Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami