HR.ID - Baru-baru ini
terdapat pengaduan dari beberapa Pengusaha yang mengeluhkan tentang pemblokiran
Rekening Pribadi milik Pemegang saham disalah satu perusahaan ternama, yang
dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan atas perintah Fiskus (Pejabat Pajak), yang
nota bene lebih besar Jumlah Uang Nasabah yang di blokir, dibanding Kewajiban
Pajak Perseroan yang harus dibayar ke Negara, sedangkan yang di Blokir Justru An. rekening Pribadi.
Hal ini disampaikan Muh. Bahar Razak (Ketua DPD KGS LAI SULSEL), Minggu, 18 Oktober 2020 atas pengaduan yang diterimanya. Ia menegaskan jika Pengadu berharap adanya kebijakan Prioritas dari pihak Fiskus terhadap Pemblokiran rekening Pribadi yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Rekening Perseroan, karena dengan terblokirnya rekening dimaksud, sangat mengganggu aktifitas Usahanya, utamanya arus kas yang dapat berdampak sistematik (amburadul).
“Kami menyadari secara penuh, bahwa Lembaga kami selain menerima Pengaduan maupun keluhan Masyarakat, kami pula berkewajiban untuk melindungi hak-hak Negara, sebagaimana Kontribusi wajib kepada Negara yang terhutang oleh sebuah Badan atau Perseroan yang bersifat memaksa, dan tentunya dalam pelaksanaan meraih hak-hak tersebut, harus pula berdasarkan Peraturan Perundang Undangan, utamanya Pelaksana aturan,” ungkap Bahar
Dijelaskan, Bahar, kaitan antara Perpajakan dengan Perseroan terbatas (badan dengan Pengusaha) sangat erat hubungannya, utamanya yang berhubungan dengan Pajak-pajak Perseroan atau yang disebut dalam Ketentuan umum Perpajakan (KUP) adalah ‘Badan’ sedangkan dalam UU Perseroan disebut ‘Perseroan’, sedangkan objeknya adalah Pendapatan Perseroan atau badan dimaksud, diluar dari Pendapatan individu Pengusahanya (subjeknya).
Namun karena dengan adanya ketentuan Perseroan pada Pasal 3 ayat (1) undang-undang perseroan nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas ‘Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki’, maka dengan sendirinya, tanggungjawab secara otomatis berada pada Perseroan dimaksud, bukan pada Individu
“Penjelasan Pasal 3 Ayat (1) Ketentuan dalam ayat ini mempertegas ‘ciri Perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya’,” katanya lagi.
Dengan begitu kata Bahar. atas Pemahaman, Baik terhadap Orang Pribadi maupun badan yang menjalankan Usaha yang otomatis adalah Pengusaha, sedangkan pengusaha (Manusia) nya adalah subjek, dan hal itu ditegaskan pada UU KUP, Pasal 1 poin 4, ‘Pengusaha adalah orang Pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau Pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean’.
Untuk memperjelas poin 4 diatas, kata Bahar, UU KUP mempertegas pula tentang yang dimaksud Pengusaha, adalah Subjek (manusia nya) yang menggerakkan usaha dimaksud, oleh karenanya dibangunlah ketentuan ‘PENGUSAHA KENA PAJAK’.
“PKP ini tidak berarti dapat dihukum jika diantara Subjeknya yang berada dalam suatu badan dan melakukan perbuatan terkait perpajakan, karena perbuatan manusia dalam suatu badan, Tidak dapat dihukum atas hak-hak pribadinya yang nyata-nyata telah dipisahkan sejak pembentukan suatu badan sebagaimana ketentuan Perseroan Terbatas (vide UU 40/2007)”, Tutup Bahar.
Seperti diketahui, pemblokiran rekening atas permintaan kantor pajak bukanlah hal yang baru. Direktorat Jenderal Pajak sudah bisa melakukan pemblokiran seperti ini sejak 1997 silam. Petugas pajak memiliki kewenangan untuk meminta bank memblokir rekening nasabahnya. Ketentuan itu tercantum dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 Perubahan tahun 2000 tentang Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa. Dalam aturan itu, Direktorat Jenderal Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan penagihan aktif kepada wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak dan sudah berkekuatan hukum tetap. Penagihan aktif itu meliputi penyitaan dan pelelangan harta penanggung pajak, pencegahan penanggung pajak, dan penyanderaan (gijzeling). Termasuk dalam penyitaan harta wajib pajak itu adalah memblokir rekening wajib pajak di bank, jadi kantor pajak bisa meminta bank untuk memblokir rekening wajib pajak yang menunggak pajak.
Menurut informasi yang kami dapatkan dari
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Sebelum pemblokiran rekening ada beberapa tahapan
yang dilakukan pertama; pendekatan pribadi yang diberi waktu satu bulan untuk
pelunasan pajak, kedua; memberikan surat teguran dengan mencantumkan jumlah
tunggakan dan diberi waktu 14 hari kerja, ketiga; dengan menerbitkan surat
paksa dengan tenggang waktu 21 hari sejak jatu tempo, keempat; diterbitkan
surat perintah melakukan penyitaan (SPMP) termasuk pemblokiran Rekening Nasabah penunggak
pajak.
Red: (Mamat.S)
0 Please Share a Your Opinion.:
Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami